Suku Maasai di Tanzania, Afrika terkenal sebagai suku yang terkuat. Mereka ahli berburu, bahkan buruannya bukan main-main yaitu singa. Singa bisa lari lebih cepat dari mereka, tapi mereka bisa lari lebih jauh dari singa.
Artikel ini tidaklah untuk mendukung perburuan singa yang dilakukan oleh Suku Maasai di Tanzania. Artikel ini hanya bertujuan untuk mengenalkan kepada wisatawan, soal kehidupan Suku Maasai terutama soal adat dan kebiasaan yang dilakukan oleh para pria di sana, yakni berburu singa.
Tanzania adalah salah satu negara di Afrika bagian timur. Suatu negara di kawasan pesisir yang berhadapan dengan Samudera Hindia dengan negara tetangganya adalah Mozambik, Zambia, Burundi, Uganda dan Kenya.
Suku Maasai merupakan penduduk asli Tanzania. Kebanyakan dari mereka tinggal di bagian utara yang daerahnya berbatasan dengan Kenya.
Tampilan Suku Maasai tak jauh berbeda dengan suku-suku Afrika pada umumnya. Mereka masih hidup secara tradisional, belum terkena teknologi dan bergantung kepada alam. Namun Suku Maasai, khususnya para prianya amatlah disegani oleh suku-suku lain di Afrika.
Semua para pria Suku Maasai, begitu beranjak dewasa akan menjadi Empikas alias prajurit. Mereka siap menjaga wilayahnya, dengan senjata berupa tombak dan berburu hewan demi keberlangsungan hidup keluarganya. Satu lagi yang menjadi tanda seorang pria dewasa Suku Maasai, yakni berburu singa.
Berburu singa merupakan tradisi yang sudah dilakukan pra-pria suku Maasai sejak zaman dulu. Inilah suatu fase yang harus dilalui para pria Suku Maasai dalam hidupnya. Mereka belum dibilang dewasa dan belum sah menjadi prajurit jika belum bisa mengalahkan singa.
Perburuan singa oleh Suku Massai diadakan secara berkelompok, bisa mencapai 10 orang. Dalam kelompok tersebut dibagi menjadi dua kubu yaitu Ilmorijo (prajurit tua) yang menjadi komandan, serta Ilbarnot (prajurit muda) para pria yang sedang dites untuk menjadi dewasa.
Perburuan dimulai pagi hari buta, saat para wanita masih tertidur. Mereka berkumpul di satu titik lalu mencari singa dari kotorannya, jejak kaki dan bekas makanannya. Perburuan singa bisa dilakukan berjam-jam, bahkan sampai 10 hari lamanya.
Senjata mereka hanyalah tombak dan kayu saja. Begitu menemukan singa, mereka akan menggiringnya ke tanah terbuka tanpa pepohonan, rerumputan atau padang ilalang. Itu memudahkan untuk terus menjaga singa tidak kabur.
Mereka menyerang singa dengan cara mengelilinginya. Dua orang yang punya tugas penting, satu di depan dan satu di belakang. Yang di depan bertugas mengalihkan perhatian singa dan yang belakang menangkap ekornya. Begitu ekor ditangkap, singa pun diserang secara bersamaan.
Jika berhasil, maka para pria yang berburu singa itu akan dianggap dewasa dan sah menjadi seorang prajurit. Tak hanya itu, berburu singa pun sudah menjadi pendongkrak status sosial yang akan mempunyai derajat lebih tinggi. Saat berburu singa, Suku Maasai juga punya aturan. Mereka tidak akan menyerang singa betina dan singa yang terluka.
10-20 tahun ke belakang, populasi singa di Tanzania sudah turun drastis. Pemerintah pun turun tangan, melarang Suku Maasai untuk berburu singa. Muncul dilema, di satu sisi, budaya berburu singa akan hilang. Namun di sisi lain, kehidupan singa di Tanzania akan terancam dan mengancam pula rantai makanan di alam liar.
Pemerintah Tanzania mengambil langkah lain, yakni membangun area-area konservasi untuk menyelamatkan singa. Soal berburu singa sendiri, karena jumlahnya yang sudah sedikit di alam liar, Suku Maasai tidak bisa berbuat apa-apa lagi sehingga tidak lalu memburunya.
Walau begitu, praktet berburu singa masih dilakukan oleh beberapa orang-orang Suku Maasai, khususnya yang tinggal di jauh di wilayah pedalaman. Meski, Maasai Association sendiri dan asosiasi-asosiasi konservasi satwa di dunia tidak mendukung tradisi berburu singa ini.
Sumber : http://travel.detik.com/
Artikel ini tidaklah untuk mendukung perburuan singa yang dilakukan oleh Suku Maasai di Tanzania. Artikel ini hanya bertujuan untuk mengenalkan kepada wisatawan, soal kehidupan Suku Maasai terutama soal adat dan kebiasaan yang dilakukan oleh para pria di sana, yakni berburu singa.
Tanzania adalah salah satu negara di Afrika bagian timur. Suatu negara di kawasan pesisir yang berhadapan dengan Samudera Hindia dengan negara tetangganya adalah Mozambik, Zambia, Burundi, Uganda dan Kenya.
Suku Maasai merupakan penduduk asli Tanzania. Kebanyakan dari mereka tinggal di bagian utara yang daerahnya berbatasan dengan Kenya.
Tampilan Suku Maasai tak jauh berbeda dengan suku-suku Afrika pada umumnya. Mereka masih hidup secara tradisional, belum terkena teknologi dan bergantung kepada alam. Namun Suku Maasai, khususnya para prianya amatlah disegani oleh suku-suku lain di Afrika.
Semua para pria Suku Maasai, begitu beranjak dewasa akan menjadi Empikas alias prajurit. Mereka siap menjaga wilayahnya, dengan senjata berupa tombak dan berburu hewan demi keberlangsungan hidup keluarganya. Satu lagi yang menjadi tanda seorang pria dewasa Suku Maasai, yakni berburu singa.
Berburu singa merupakan tradisi yang sudah dilakukan pra-pria suku Maasai sejak zaman dulu. Inilah suatu fase yang harus dilalui para pria Suku Maasai dalam hidupnya. Mereka belum dibilang dewasa dan belum sah menjadi prajurit jika belum bisa mengalahkan singa.
Perburuan singa oleh Suku Massai diadakan secara berkelompok, bisa mencapai 10 orang. Dalam kelompok tersebut dibagi menjadi dua kubu yaitu Ilmorijo (prajurit tua) yang menjadi komandan, serta Ilbarnot (prajurit muda) para pria yang sedang dites untuk menjadi dewasa.
Perburuan dimulai pagi hari buta, saat para wanita masih tertidur. Mereka berkumpul di satu titik lalu mencari singa dari kotorannya, jejak kaki dan bekas makanannya. Perburuan singa bisa dilakukan berjam-jam, bahkan sampai 10 hari lamanya.
Senjata mereka hanyalah tombak dan kayu saja. Begitu menemukan singa, mereka akan menggiringnya ke tanah terbuka tanpa pepohonan, rerumputan atau padang ilalang. Itu memudahkan untuk terus menjaga singa tidak kabur.
Mereka menyerang singa dengan cara mengelilinginya. Dua orang yang punya tugas penting, satu di depan dan satu di belakang. Yang di depan bertugas mengalihkan perhatian singa dan yang belakang menangkap ekornya. Begitu ekor ditangkap, singa pun diserang secara bersamaan.
Jika berhasil, maka para pria yang berburu singa itu akan dianggap dewasa dan sah menjadi seorang prajurit. Tak hanya itu, berburu singa pun sudah menjadi pendongkrak status sosial yang akan mempunyai derajat lebih tinggi. Saat berburu singa, Suku Maasai juga punya aturan. Mereka tidak akan menyerang singa betina dan singa yang terluka.
10-20 tahun ke belakang, populasi singa di Tanzania sudah turun drastis. Pemerintah pun turun tangan, melarang Suku Maasai untuk berburu singa. Muncul dilema, di satu sisi, budaya berburu singa akan hilang. Namun di sisi lain, kehidupan singa di Tanzania akan terancam dan mengancam pula rantai makanan di alam liar.
Pemerintah Tanzania mengambil langkah lain, yakni membangun area-area konservasi untuk menyelamatkan singa. Soal berburu singa sendiri, karena jumlahnya yang sudah sedikit di alam liar, Suku Maasai tidak bisa berbuat apa-apa lagi sehingga tidak lalu memburunya.
Walau begitu, praktet berburu singa masih dilakukan oleh beberapa orang-orang Suku Maasai, khususnya yang tinggal di jauh di wilayah pedalaman. Meski, Maasai Association sendiri dan asosiasi-asosiasi konservasi satwa di dunia tidak mendukung tradisi berburu singa ini.
Sumber : http://travel.detik.com/