Nama Daeng Aziz kini dikenal mengerikan di Kalijodo. Tapi dia sebenarnya bukan preman paling berkuasa di Kalijodo. Preman paling besar di sana sudah pergi dari Kalijodo beberapa tahun sejak pertikaian besar antar kelompok disana tahun 2002 silam. Pertikaian akhirnya selesai dibarengi penutupan rumah-rumah judi di Kalijodo oleh polisi.
Krishna menuliskan itu dalam bukunya berjudul ‘Geger Kalijodo’ yang terbit tahun 2004. Buku itu merupakan penelitian ilmiah untuk tesis S2 Krishna di Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia. Krishna menggambarkan dua kelompok besar disana adalah Kelompok Makassar dan Mandar. Kelompok Makassar dipimpin Daeng Aziz yang sampai kini masih menguasai Kalijodo dengan kharisma dan sisa-sisa cerita mengerikan. Sementara kelompok Mandar, di tahun 2002 itu dikepalai oleh Asman.
Dalam bukunya, Krishna menuliskan bahwa kelompok Asman lebih terorganisir dan banyak ketimbang kelompok Daeng Aziz. Kelompok Asman memiliki struktur seperti sebuah organisasi yang memiliki ‘tentara’ dengan ‘panglimanya’ sendiri. ‘Tentara’ atau pasukan Asman ini dikenal sebagai ‘Anak Macan’ yang muncul karena jejak mengerikan mereka. Antara lain menghajar dan memukul mundur Front Pembela Islam sampai kocar-kacir. FPI kala itu pernah beberapa kali mengganggu rumah perjudian milik Asman, makanya dihajar oleh ‘Anak Macan’.
Anggota ‘Anak Macan’ ini hanya dipelihara oleh Asman, dan dikeluarkan hanya sesekali setiap ada pertikaian. Di hari damai, ‘Anak Macan’ hanya bersantai di Kalijodo tapi tetap mendapat uang dengan beberapa norma yang ditetapkan ‘panglimanya’ tapi selalu dilanggar. Norma untuk ‘anak macan’ itu adalah larangan berjudi dan mabuk-mabukan di sekitar Kalijodo. Aturan ini banyak dilanggar.
Selain itu, ‘Anak Macan’ juga tak langsung di bawah komando Asman. Tapi berada di bawah komando Arkan Malik yang jadi semacam ‘panglima perang’. Dia merupakan anak buah Asman.
Ketika Asman sudah begitu terorganisasi di tahun 2002, kelompok Daeng Aziz belum terorganisir dan masih berantakan. Daeng Aziz hanya mempekerjakan pemuda pengangguran untuk mengamankan rumah judinya. Tapi tetap jumlahnya ratusan.
Namun usai pertikaian besar yang dipicu tewasnya adik Daeng Aziz karena dibunuh ‘anak macan’, Asman memilih menyingkir dari Kalijodo. “Mungkin sekitar tahun 2005 Asman pergi dari Kalijodo.
Krishna menceritakan, Asman beberapa kali pernah diwawancarai media sampai akhirnya dia malu sendiri. Bahkan Asman pernah bercerita ke Krishna bahwa dia kapok diwawancarai media dan muncul dimana-mana. Asman malu dan takut apabila anaknya menonton dan tahu bapaknya preman.
Makanya dia kemudian memilih pergi dengan alasan untuk kebaikan keluarganya. Sampai kini tak diketahui dimana Asman berada. Makanya, menurut Krishna, Daeng Aziz bukan preman terbesar disana saat itu. Tapi Asman lah yang terbesar. Bahkan, kata Krishna, Asman sebelumnya pernah menaklukkan orang nomor 1 di Kalijodo lewat pertikaian sebelum akhirnya memimpin organisasi besarnya di Kalijodo.
Setelah Asman pergi, kini giliran Daeng Aziz yang bercokol berkat pertikaian yang sebenarnya tak dimenangkan oleh siapapun, sebab berakhir dengan perdamaian yang dimediasi polisi. Krishna mengaku tak tahu bagaimana perkembangan Daeng Aziz dan kelompoknya sekarang. Tapi kala Ia jadi Kapolsek Penjaringan, Daeng Aziz itu setiap malam ada di bar dan rumah judi miliknya setiap malam. Daeng Aziz masih memantau rumah judi dan bar-bar miliknya sendiri. Makanya Krishna berujar, Daeng Aziz tak se-menakutkan yang dibicarakan warga Kalijodo.
Krishna menuliskan itu dalam bukunya berjudul ‘Geger Kalijodo’ yang terbit tahun 2004. Buku itu merupakan penelitian ilmiah untuk tesis S2 Krishna di Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia. Krishna menggambarkan dua kelompok besar disana adalah Kelompok Makassar dan Mandar. Kelompok Makassar dipimpin Daeng Aziz yang sampai kini masih menguasai Kalijodo dengan kharisma dan sisa-sisa cerita mengerikan. Sementara kelompok Mandar, di tahun 2002 itu dikepalai oleh Asman.
Dalam bukunya, Krishna menuliskan bahwa kelompok Asman lebih terorganisir dan banyak ketimbang kelompok Daeng Aziz. Kelompok Asman memiliki struktur seperti sebuah organisasi yang memiliki ‘tentara’ dengan ‘panglimanya’ sendiri. ‘Tentara’ atau pasukan Asman ini dikenal sebagai ‘Anak Macan’ yang muncul karena jejak mengerikan mereka. Antara lain menghajar dan memukul mundur Front Pembela Islam sampai kocar-kacir. FPI kala itu pernah beberapa kali mengganggu rumah perjudian milik Asman, makanya dihajar oleh ‘Anak Macan’.
Anggota ‘Anak Macan’ ini hanya dipelihara oleh Asman, dan dikeluarkan hanya sesekali setiap ada pertikaian. Di hari damai, ‘Anak Macan’ hanya bersantai di Kalijodo tapi tetap mendapat uang dengan beberapa norma yang ditetapkan ‘panglimanya’ tapi selalu dilanggar. Norma untuk ‘anak macan’ itu adalah larangan berjudi dan mabuk-mabukan di sekitar Kalijodo. Aturan ini banyak dilanggar.
Selain itu, ‘Anak Macan’ juga tak langsung di bawah komando Asman. Tapi berada di bawah komando Arkan Malik yang jadi semacam ‘panglima perang’. Dia merupakan anak buah Asman.
Ketika Asman sudah begitu terorganisasi di tahun 2002, kelompok Daeng Aziz belum terorganisir dan masih berantakan. Daeng Aziz hanya mempekerjakan pemuda pengangguran untuk mengamankan rumah judinya. Tapi tetap jumlahnya ratusan.
Namun usai pertikaian besar yang dipicu tewasnya adik Daeng Aziz karena dibunuh ‘anak macan’, Asman memilih menyingkir dari Kalijodo. “Mungkin sekitar tahun 2005 Asman pergi dari Kalijodo.
Krishna menceritakan, Asman beberapa kali pernah diwawancarai media sampai akhirnya dia malu sendiri. Bahkan Asman pernah bercerita ke Krishna bahwa dia kapok diwawancarai media dan muncul dimana-mana. Asman malu dan takut apabila anaknya menonton dan tahu bapaknya preman.
Makanya dia kemudian memilih pergi dengan alasan untuk kebaikan keluarganya. Sampai kini tak diketahui dimana Asman berada. Makanya, menurut Krishna, Daeng Aziz bukan preman terbesar disana saat itu. Tapi Asman lah yang terbesar. Bahkan, kata Krishna, Asman sebelumnya pernah menaklukkan orang nomor 1 di Kalijodo lewat pertikaian sebelum akhirnya memimpin organisasi besarnya di Kalijodo.
Setelah Asman pergi, kini giliran Daeng Aziz yang bercokol berkat pertikaian yang sebenarnya tak dimenangkan oleh siapapun, sebab berakhir dengan perdamaian yang dimediasi polisi. Krishna mengaku tak tahu bagaimana perkembangan Daeng Aziz dan kelompoknya sekarang. Tapi kala Ia jadi Kapolsek Penjaringan, Daeng Aziz itu setiap malam ada di bar dan rumah judi miliknya setiap malam. Daeng Aziz masih memantau rumah judi dan bar-bar miliknya sendiri. Makanya Krishna berujar, Daeng Aziz tak se-menakutkan yang dibicarakan warga Kalijodo.